Gemajustisia.com - Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Fakultas Hukum Universitas Andalas, yaitu Kombad Justitia sedang
menyelenggarakan Andalas Law Competition IV yang merupakan Kompetisi Hukum
Lingkup Mahasiswa. Pada Jumat (12/11/2021), Kombad turut mengadakan Seminar Nasional
yang bertemakan “Regulasi Investasi Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja Guna Pembangunan Nasional”. Acara ini menghadirkan 2 (dua)
pemateri, yaitu: 1.
Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum. (Akademisi/Komisioner KPPU 2006-2011) 2.
Prof. Dr. Busyra Azheri, S.H., M.Hum. (Dekan Fakultas Hukum Universitas
Andalas) Seminar ini dimulai pada
pukul 09.15 WIB, dipandu oleh Moderator Muhammad Ikhsan Alia (Dewan Kehormatan Kombad Justitia) dan dilanjutkan dengan
pemaparan materi oleh Sukarmi. Sukarmi menyatakan, “Kelahiran UU Cipta Kerja dulu sempat menjadi
kontroversi, di negara-negara lain 50 tahun waktu yang dibutuhkan jika merevisi
UU satu per satu, melalui Omnibus Law penyederhanaan regulasi bisa
dipercepat.” Ia juga memaparkan urgensi UU Cipta Kerja
diantaranya: menaikkan kemudahan berusaha; tumpang tindih kebijakan; buruknya
indeks persepsi korupsi; fenomena hyper
regulation (regulasi berlebihan); tingginya kebutuhan lapangan pekerjaan;
adanya ego sektoral antar kementerian/lembaga. Beberapa diantaranya manfaat dari UU
Cipta Kerja ini: memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum,
menyelaraskan kebijakan pusat-daerah, meminimalisir dan mencegah praktik
korupsi; menyederhanakan regulasi; membuka luas lapangan pekerjaan; memberi
perlindungan dan kemudahan UMKM-Koperasi. Dalam UU Cipta Kerja ada 77 UU kemudian
direvisi, disatukan, dan disederhanakan menjadi 186 pasal, 15 bab. Kunci dari adanya investasi salah satunya
adalah bagaimana perizinan itu bisa terjadi yang sifatnya efisien. Dalam
Penyederhanaan Perizinan Berusaha, terdapat pasal-pasal terkait perizinan
di-integrasikan dalam UU Cipta Kerja, pertama,
perizinan berbasis resiko. Proses perizinan berusaha diubah dari
berbasis izin ke resiko yang dikelompokkan dalam resiko rendah; resiko menengah
rendah; resiko menengah tinggi; resiko tinggi. Kedua, perizinan dasar: mengintegrasikan dan menyederhanakan
sejumlah UU yang mengatur perizinan dasar, yang dibagi menjadi persetujuan
lokasi (4 UU, 51 Pasal); persetujuan lingkungan (2 UU, 36 Pasal); persetujuan
bangunan (2 UU, 48 Pasal). Terdapat Perbandingan Penebitan Perizinan
Pra dan pasca UUCK. Sebelum UUCK, yaitu: rendahnya kepastian mendapatkan
perizinan berusaha; tumpang tindih peraturan; ego sektoral; layanan perizinan
dan pemenuhan komitmen lebih banyak luring daripada daring. Setelah UUCK, diantaranya: kemudahan
perizinan berdasarkan tingkat resiko usaha; sistem perizinan terintegrasi pusat
dan daerah melalui OSS RBA; kepastian mendapatkan perizinan berusaha
berdasarkan NSPK; menghilangkan ego sektoral; untuk penertiban NIB dan
Sertifikat Standar bisa dilakukan kurang dari 2 jam. Busyra Azheri yang menjadi pembicara ke-2 membahas “Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Implikasinya Terhadap Kemudahan
Berusaha di Daerah”. Ia
menyatakan Ada satu hal
yang harus ditambah: “Pada konsepnya lahirnya omnibus
law tidak lepas dari Ease of Doing Business. Karena peringkat
Indonesia di kawasan Asean saja Indonesia berada dibawah Brunei Darussalam dan
Vietnam.” Karena Indonesia di bawah dan Indonesia merupakan negara
yang besar tentu ada persoalan. Persoalan ini bukan hal yang baru. Hampir
setiap pertemuan terkait dengan investasi pemerintah Indonesia selalu
menggambarkan ada persoalan dalam investasi Indonesia. Oleh karena itu Indonesia berusaha bagaimana menaikkan
peringkat Ease of Doing Business dan pada sisi lain ada
kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan terkait dengan pemberesan persoalan
yang terkait dengan investasi tersebut. Maka salah satu latar belakang lahirnya
UU No. 11 Tahun 2020 itu seharusnya memberikan jaminan kemudahan berusaha dan
investasi di Indonesia. Beliau juga menambahkan “ada beberapa hal yang ingin kita
dudukan. Yaitu, masalah original intensnya. Kita harus melihat bahwa arah dan
pola desentralisasi UU Cipta Kerja melanggar asas desentralisasi yang dijamin
dalam konstitusi.” Karena dengan lahirnya UU otonomi daerah dengan konsep
Omnibus Law yang semuanya tersentralisasi ke pusat ini merupakan suatu
pertanyaan besar. Jadi tidak heran rasanya dari asosiasi kepala daerah untuk mempertanyakan
konsep Omnibus Law ini. Karena pola sentralisasi tersebut terbentuk dengan
lahirnya UU yang menarik pusat pemerintahan daerah dan instrumen persetujuan
serta evaluasi oleh pemerintahan pusat
yang semakin kuat. Pada prinsipnya hari ini investasi tentang peralihan yang
terjadi. Dari BUMN dialihkan pada asing. UU Cipta kerja belum bicara mengenai
kemudahan akses bagi pengusaha mikro kecil dan menengah. Yang ada hari ini
bukan solusi. Kemudian beliau mengutip dari WS Rendra “Jangan biarkan
nafsu serakah mencabik-cabik kesatuan bangsa. Kesadaran adalah matahari
Kesabaran adalah bumi Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah
pelaksanaan kata-kata.” Terakhir beliau mengatakan “semoga apa yang saya
sampaikan ini bisa menjadi stimulus bagi kita semua untuk lebih menggali lebih
jauh tentang cipta kerja dikaitkan dengan investasi.” Acara seminar yang bertemakan “Regulasi Investasi Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja Guna Pembangunan Nasional” ini ditutup dengan adanya penyerahan sertifikat
kepada narasumber dan foto bersama sebagai dokumentasi.
Reporter : Naila Meuthia
Azza dan Seroja Dwina Martha
0 Comments