Gemajustisia.com - Di era ambisiuistis budak IPK saat sekarang ini banyak dari lembaga pers mahasiswa yang belum mampu melakukan regenerasi LPM-nya secara sempurna, sehingga pers mahasiswa hanya mampu mewartakan peristiwa keseharian kampusnya saja atau istilah lainnya kita sebut sebagai penyambung lidah pihak kampus, tanpa memperdulikan kepekaanya terhadap isu yang berhembus di masyarakat.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan semangat juang pers mahasiswa era reformasi, yang mampu menyusun kerangka berpikir kritis menggunakan metodis yang seksi dan mengajak para pembacanya hanyut terbawa arus isu yang berhembus di masyarakat, disamping sebagai penyambung lidah pihak kampus itu sendiri.
Hal tersebut bisa dilatarbelakangi kurangnya bekal yang diterima seorang jurnalis mahasiswa itu sendiri, atau hanya sekedar mengikuti kegiatan LPM kampus tanpa memahami esensi apa yang hendak dilalui kedepannya. Ini persoalan yang bisa menjadi rawan memunculkan berita yang sudah bisa ditebak endingnya, ataupun cuma sekedar berkaitan dengan kampus-nya itu sendiri.
Seharusnya mahasiswa sebagai pemikir kritis yang bebas dari cengkraman kekuasaan matrealistis, bisa lebih leluasa dalam mencurahkan ide briliannya ke dalam sebuah tulisan yang nantinya bisa dibaca, didengar, atau ditonton publik.
Pers mahasiswa secara umum saat ini telah lari dari salah satu fungsinya sebagai alat pendidik masyarakat juga sekaligus penyambung lidah pemikiran masyarakat itu sendiri, dikarenkan pola dinamisme masyarakat Indonesia yang tak sepenuhnya bisa mengecap manisnya bangku perguruan tinggi.
Sejatinya fungsi sosial dari pers mahasiswa mulai bergeser di era ambisiustis IPK ini dan terpental dengan paham bahwa mereka akan hidup baik-baik saja di bawah bayang-bayang ketidak acuhan akan kepedulianya dengan masyarakat.
Dengan bayang-bayang IPK yang melambung tinggi seolah-olah meninabobokan esensi dalam berfikir kritis, disuap dengan nilai A maka menjadi lupa tugas mahasiswa, bahwa tanggung jawab sebagai mahasiswa tidak hanya kuliah semata.
Wahai kaum cendekiawan bangsa apakah masih ingat dengan kata ilmu yang bermanfaat bukan hanya ilmu yang disimpan untuk diri sendiri atau hanya di simpan dalam fikiran kita, akan tetapi ilmu yang diamalkan sesuai fungsinya dan memberikan manfaat untuk orang banyak.
Begitulah kira-kira kata yang setidaknya perlu direnungkan bagi pers mahasiswa.
Bahwa pers mahasiwa bukan kuli dalam dinamika perkuliahan saja. Ada tugas sosial yang harus terus-menerus kita pupuk dengan menuliskan pemahaman serta logika yang nyata sehingga bisa menjadi secercah cahaya terang di kegelapan berfikir zaman ini tanpa digerus rongrongan berita murahan demi mencari popularitas dengan mengorbitkan berita hoax.
Mari sejenak kita lihat wajah-wajah muram bernasib sedikit kurang beruntung jika dibandingkan dengan kita yang nyaman melahap pengetahuan kampus. Masihkah tega menertawakan mereka tanpa mengacuhkan keberadaannya yang butuh asupan berita dari kita.
Sungguh gila rupanya bila memalingkan muka tanpa merasa iba sedikitpun terhadapnya.
Tanpa mengulur waktu yang terbuang percuma dengan tidak memberikan manfaat yang nyata, merilah sedikit berbagi ilmu pengetahuan, mengolahnya kedalam tulisan berdasarkan fakta yang ada ditengah-tengah masyarakat. sehingga menjadi berita kritis dengan membagun figur sosok pers mahasiswa yang selama ini dicari para pembaca di media masa.
Semoga dengan tulisan singkat ini bisa memotivasi para pembaca terutama pers mahasiswa yang diharapkan bisa kembali meluruskan niat dalam menelusuri dinamika berlembaga sebagai pers mahasiswa kampus yang cemerlang.
Ditulis oleh: Randy Handika
0 Comments