Ketua DPD RI Katakan Presidential Threshold Beri Akses Masuk Untuk Oligarki

Liputan dan Berita
Ketua DPD RI Katakan Presidential Threshold Beri Akses Masuk Untuk Oligarki

Gemajustisia.com - LaNyalla Mattalitti mengatakan ia telah menemukan satu persoalan yang hampir sama di alami oleh semua daerah di Indonesia. Yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat di daerah dan kemiskinan yang sulit untuk dientaskan.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah itu menyampaikan hal tersebut saat diskusi soal presidential threshold, oligarki dan kemiskinan struktural di Universitas Andalas, Jum’at (17/06).

LaNyalla menuturkan bahwa, kemiskinan struktural terjadi karena ketidakadilan, ketidakadilan terjadi karena oligarki ekonomi yang mengejar kekuasaan, dan oligarki ekonomi tumbuh dan berkembang karena ada Presidential Threshold.

Hal tersebut menyatu dengan oligarki politik dalam proses mendesain dan membiayai proses pemilihan pemimpin nasional yang tidak murah.

Keterkaitan antara ketidakadilan yang disebabkan kebijakan yang berpihak kepada Oligarki ekonomi tersebut kata LaNyalla tidak bisa dipungkiri telah menyumbang kemiskinan struktural.

“Kekuasaan yang sangat besar kepada partai politik membuat kedaulatan rakyat semakin terkikis. Ini menjadi pintu masuk Oligarki ekonomi yang kemudian mengendalikan kekuasaan sehingga menimbulkan ketidakadilan, dan kemiskinan struktural,” tuturnya.

Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bagi LaNyalla mutlak dihapus. Karena dia menilai hal tersebut membuka celah masuknya Oligarki Ekonomi untuk terlibat mendesain koalisi besar partai politik yang sangat mahal biayanya.

Dampak dari presidential threshold sebagai akibat dari menguatnya sistem oligarki tidak hanya berimbas pada pemerintah tetapi juga pada partai politik.

LaNyalla juga menambahkan, DPD RI pernah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi atas Pasal 222 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, MK menolak permohonan tersebut.

Mantan Ketua Umum PSSI itu mengatakan, “bisa diartikan Mahkamah Konstitusi dengan sengaja memberi ruang kepada Oligarki Ekonomi untuk menyandera dan mengendalikan negara ini untuk berpihak dan memihak kepentingan mereka.”

Pasal 222 tersebut dinilai sebagai sumber dari banyak persoalan bangsa. Dengan ambang batas pencalonan Presiden mewajibkan partai politik yang dapat mengajukan pasangan Capres dan Cawapres harus memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau 25 persen suara sah nasional. Akibatnya parpol dipaksa berkoalisi dan calon pemimpin nasional menjadi terbatas. 

Dalam datanya, pada masa pemerintahan saat sekarang ini jumlah orang kaya di indonesia meningkat sebesar 61,7% namun juga tidak tampak adanya angka penurunan kemiskinan.

Sehingga, selain menghapuskan oligarki ini dengan Presidential threshold memang seharusnya ada hal lain yang lebih subtansi dengan melakukan pengkajian total atas Amandemen UUD tahun 1999-2002.

Sefdin Syaifuddin, staf khusus Ketua DPD RI menyampaikan bahwa, terdapat sanksi upaya mereformasi diri yang bisa timbul dari dalam partai politik di Indonesia saat ini.

Sebab, dengan lahirnya Pasal 222 UU Pemilu juga produk partai politik.Karena UU tersebut dibentuk oleh DPR bersama pemerintah. 

 “Jika mereka sepakat dengan pikiran para akademisi, tentu sudah melakukan legislative review. Sehingga publik atau bahkan Lembaga DPD RI tidak perlu sampai melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Itu artinya tidak ada semangat untuk itu,” jelas Sefdin. 

Disisi lain, pakar politik Unand Asrinaldi dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa, "Ideologi Politik kita di Indonesia saat ini merupakan ideologi politik figuratif bukan politik ideologi partai."

Orang-orang dinilai hanya melihat kepada figur dari suatu partai bukan dari ideologi yang dianut oleh partainya.

Asrinaldi juga menyebutkan terkait penyelesaian awal dalam segala permasalahan sistem pemerintahan haruslah dimulai dari pembenahan partai politik dengan memperbaiki sistem kepartaiannya dan melembagakan sistem pemilihan umum nasional.

Sistem presidensial dapat diperkuat jikalau seandainya partai politik itu sedikit. Serta dinilai Aturan mengenai presidential threshold ini secara nyata mencederai hak kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat oleh karena itu perlu pengkajian.

 

Repoter: Resi Nurhasanah & Rivka D. Handayani

0 Comments

Leave a Reply